Thursday, October 16, 2014

e-Blusukan @jokowi_do2, @TamanBercerita dan #JambanBerkicau | @blogactionday12 #BAD14 #inequality

celoteh "e-Blusukan @jokowi_do2, @TamanBercerita dan #JambanBerkicau | @blogactionday12 #BAD14 #inequality", selengkapnya di http://timpakul.web.id/?p=3615 .

Menarik, Jokowi meluncurkan e-Blusukan sebagai sebuah jawaban atas kendala blusukan offline di lebih dari 500 kabupaten di negeri ini. Menarik juga, bila kemudian Presiden RI punya cukup waktu untuk mendengarkan dan bertatap muka dengan warga. Ini sebuah terobosan, di tengah dunia teknologi informasi yang masih terlalu dikekang kebebasan berekspresinya.

Satu permasalahan utama dalam membangun media aspirasi berbasiskan teknologi informasi adalah “kesenjangan digital“. Sanggupkah Presiden RI dan internet.org memberikan jawaban atas kesenjangan digital?

Bahwa kesenjangan digital menjadi sebuah hal yang masih membutuhkan cukup waktu untuk menuntaskannya, maka bisa jadi ini menjadi tantangan tersendiri dalam perluasan manfaat Kanal Aspirasi Warga. Dan saat ini, sistem Lapor-UKP4 masih memiliki penghambat yang besar, utamanya budaya digital pelayan publik.

TamanBercerita: Solusi Lalu

Proses pembangunan hingga saat ini melibatkan warga melalui Musyawarah Pembangunan mulai dari tingkat Desa/Kelurahan, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Nasional, yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan warga. Pada umumnya dihadiri oleh Ketua RT, Lurah/Kepala Desa, LPM/BPD, hingga pejabat maupun mantan pejabat, yang menjadi tokoh masyarakat, tokoh keagamaan dan tokoh-tokoh lainnya.

Sebagian besar warga masih belum melibatkan diri dalam proses perencanaan maupun pengawasan pembangunan. Ada dua asumsi yang menjadi ketidakterlibatan warga dalam proses tersebut, yaitu: (1) Saluran yang digunakan sangat tidak fleksibel dan tidak mudah dijangkau oleh warga; (2) Sikap skeptis dari warga terhadap tidak diresponnya masukan yang diberikan.

Kondisi ini menjadikan penting untuk membangun "jembatan" alternatif agar kemudian warga menjadi mudah untuk menyampaikan aspirasi dan melakukan pemantauan, serta mengetahui sampai dimana proses aspirasinya diterima dan ditindaklanjuti. Bilapun aspirasinya ditolak, warga memiliki penjelasan yang diterima, mengapa kemudian usulan masih belum bisa ditindaklanjuti.

Gagasan membangun proses alternatif perencanaan dan pengawasan pembangunan ini diberi judul "TamanBercerita". Gagasan ini telah menjadi pemenang pertama event #Solusimu, yang diselenggarakan oleh Open Government Indonesia, dan menjadi pemenang pertama dalam event tersebut. Proses gagasan ini bermula ketika ada begitu banyak permasalahan di sekitar, yang coba dipertemukan pada sebuah ruang kecil di dekat Balai Kota Samarinda, yang pada kemudian melahirkan beberapa gagasan dan ditindaklanjuti, salah satunya gugatan warga untuk lingkungan hidup yang lebih baik bagi warga Samarinda.

085-TamanBercerita

085-TamanBercerita

TamanBercerita, media komunikasi yang warga negara dapat terlibat dalam perencanaan dan pengawasan pembangunan. TamanBercerita inisiatif dikembangkan secara offline – online. TamanBercerita Offline adalah sebuah taman, di ruang terbuka hijau perkotaan, yang memiliki fasilitas pertemuan. Warga bertemu dengan orang lain, juga dengan pemerintah, setiap bulan, untuk memberitahu satu sama lain dan mendiskusikan solusi untuk masalah-masalah yang ada di kota. TamanBerceritaOnline adalah sebuah aplikasi multi-platform (gadget, laptop, PC), multi-sumber (media sosial, berita, jadwal, offline, dll), informasi geolokasi aktif-pasif (menerima dan mengumpulkan informasi), dan memiliki. TamanBercerita online terhubung dengan kantor-kantor pemerintah dan parlemen. Informasi online juga disajikan dalam offline.

Gagasan ini juga telah didiskusikan dengan Kementerian Dalam Negeri dan telah menjadi salah satu bagian dalam agenda Open Government Indonesia (http://opengovindonesia.org/draft-rencana-aksi-ogi-2014/). Walaupun, dalam implementasinya, masih akan membutuhkan pengembangan dan juga dukungan dalam tahap pengembangan model.

#JambanBerkicau: Media Sosial Sejak Dahulu

Jamban, merupakan wadah bertemu dan bersosialisasi antar warga. Segala informasi akan tersajikan di jamban. Dan Jamban adalah sebuah tempat pertemuan, yang kemudian mampu untuk memperkuat solidaritas kolektif warga. Lalu, apa yang menarik dari sebuah jamban yang bisa berkicau?

Secara naluri, warga negeri ini sangat senang untuk berkicau. Baik bergosip, hingga berbincang dan berdiskusi serius tentang negara ini. Ruang-ruang yang pribadi, bahkan mampu menjadikan warga mengekspresikan dirinya secara utuh. Dan tempatnya adalah di Jamban.

#JambanBerkicau, merupakan kamar personal, yang menyediakan layanan untuk “berkicau” kepada pemerintah. Tanpa ada hambatan, tanpa ada larangan. Kebebasan berekspresi menjadi prasyarat utama untuk layanan jamban ini. Perlindungan pemerintah, terhadap kebebasan berbicara harus menjadi jaminan pertama yang disiapkan. Bila tidak, jamban tak lebih hanyalah bersuara semu. Heh hah huh…. plung.

JambanBerkicau

JambanBerkicau

Ini hanyalah gagasan tak terlalu penting. Pemikiran publik negeri ini sudah melampaui batasnya. Dan terlalu banyak orang yang memintarkan diri di pusat-pusat kekuasaan. Tak terlalu yakin Presiden RI kali ini pun mampu membangun sebuah filter yang tepat, untuk melangkah dengan cepat, tepat dan lebih baik. Ataupun, sejatinya ini hanyalah sebuah pertarungan gagasan, pada ruang hampa yang tak pernah berlorong pada waktu.



Artikel ini dapat dikutip ataupun diperbanyak dengan tetap menyebutkan sumbernya :


Ade Fadli. . . (dikutip tanggal 15 October 2014)



-- timpakul.web.id - @timpakul





    

Sunday, September 07, 2014

Dihina Menghinakan

celoteh "Dihina Menghinakan", selengkapnya di http://timpakul.web.id/?p=3608 .

Ada yang menarik ketika Florence diindikasikan telah melakukan penghinaan terhadap warga Jogja melalui akun media sosialnya. Sebuah organisasi setibanya menjadi perwakilan warga Jogja melakukan pelaporan pelanggaran Pasal 27(3) dan 28(2) UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menariknya adalah, begitu mudah polisi memposisikan sebuah organisasi yang kabarnya non profit, untuk memperoleh standing sebagai pihak yang mewakili warga Jogja. Padahal, selalu dalam gugatan legal standing, posisi ini tak selalu mudah diperoleh dari pengadilan. Dan kemudian kepolisian pun dengan sangat sigap menanggapinya dan menyatakan tak mungkin dibatalkan proses hukum yang berlangsung.

Dalam kasus Flo, juga menjadi menarik karena digunakannya pasal 28(2) UU 11/2008 ini. Ada indikasi celoteh Flo terkait dengan isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) yang dapat memicu kerusuhan. Hingga beberapa hari pasca disebarnua berita celoteh Flo oleh media mainstream, belum ada indikasi kerusuhan dikarenakan ketersinggungan SARA terjadi di Jogja. Dan sekali lagi, pasal-pasal karet diselepetkan oleh Kepolisian dan lembaga yang seolah telah memperoleh standing dari warga.

Beralih ke Kota Bandung. @ridwankamil, pengguna akun twitter yang diindikasikan juga sebagai Walikota Bandung, merasa dihinakan oleh seorang pengguna twitter lain @kemalsept. Secara jelas kalimat #Kemal menyatakan @ridwankamil sebagai kunyuk dan seterusnya.

image

Dan tak lama berselang, pernyataan @ridwankamil melalui akunnya, akan mempolisikan #Kemal, masih dengan pasal 27(3) UU ITE. Hari berikutnya menjadi semakin menarik, ketika @ridwankamil mencoba memberikan penjelasan tentang kasus #Kemal dan posisinya. Dan @ridwankamil menyatakan bahwa karakter #Kemal itu telah mengindonesia. Bahkan dinyatakan pula bahwa ini sistemik. Tentunya akan ada banyak persepsi dengan pernyataan @ridwankamil. Bisa positif dan bisa negatif. Yang bahkan bila dibaca dengan netral, kalimat tersebut menjadi warga Indonesia adalah serupa #Kemal. Artinya akan juga dipolisikan oleh @ridwankamil.

image

Nah. UU ITE bukanlah baru kali ini saja memenjarakan penduduk internet (netizen). Sejak pertama kali diterbitkan, UU ini telah digunakan oleh berbagai pihak. Yang cukup terkenal adalah kasus Prita Mulyasari, seorang ibu yang merupakan konsumen pelayanan kesehatan, yang melakukan komunikasi pribadi dengan rekannya, lalu dipublish oleh pihak lain dan menjadikan pemberi layanan merasa dicemarkan nama baiknya. #KoinuntukPrita menjadi gerakan nasional yang sedikit mengganggu pekerja ekspedisi yang harus mengirimkan koin antar pulau. Dan gerakan ini semakin masif ditengah putaran kampanye pemilihan umum yang sedang berlangsung saat itu. Namun kasus Prita hanyalah sedikit kasus yang diketahui publik. Masih banyak kasus lain yang tak terpublikasi dengan baik.

Ada mahasiswa yang harus dikeluarkan dari kampusnya karena mengkritik kebijakan kampus, ada PNS yang dipenjarakan karena melaporkan kasus korupsi, ada Guru yang diintimidasi Kepala Sekolah karena mengungkap korupsi sekolah, ada konsumen yang harus berhadapan dengan polisi karena penyedia layanan merasa tersinggung. Kasus-kasus ini akan terus belangsung, selama UU ITE dan KUHP masih memandang pencemaran nama baik sebagai bagian yang menghinakan.

Nama baik seolah akan terus dipegang untuk sebuah kehormatan. Padahal, nama baik hanyalah sebuah simbol yang akan tersapu dengan sendirinya bila gagal menjaganya. Tak perlu dihancurkan oleh yang lain. Ia akan hancur dengan sendirinya. Nama baik hanyalah fatamorgana. Lalu mengapa terlalu penting nama baik itu?

Diluar kasus-kasus itu semua, karena kekaretan pasal-pasal dlaam UU ITE dan pasal terkait penghinaan dan pencemaran nama baik di dalam KUHP, maka kesalahan ketik saja bisa berdampak pada dikenakannya proses hukum. Pun ketika menyebutkan kalimat positif yang memuji, tetap dapat dikenakan pasal serupa. Multi persepsi terhadap teks dan visual, merupakan celah utama dalam mempidanakan seseorang.

Bahkan ketika kasus Flo akan terus berlanjut dan berakhir pada kemenangan pelapor, maka sebuah kota ataupun organisasi akan menjadi kebal kritik. Karena, orang per orang ataupun lembaga dapat memperoleh standing atas sebuah kota ataupun organisasi, yang kemudian dapat menjadi merasa terhinakan, serta menyebutkan telah terjadi kampanye negatif, dan bermuara pada kasus hukum.

Sudah saatnya Mahkamah Agung untuk menelaah lagi pasal-pasal penghinaan dan pencemaran nama baik dalam perundang-undangan. Bagaimana kondisi perilakku netizen hari ini, yang sebagian masih memerlukan pemahaman yang cukup agar dapat membangun internet yang sehat, dapat terus diperbaiki dengan penyebarluasan pengetahuan melaluo kanal yang sama dengan yang mereka gunakan.

Marilah mendukung revisi UU ITE dan KUHP, menjadi pijakan hukum yang lebih baik, dengan tidak mendudukan media sosial dan internet sebagai biang perilaku negatif di dunia nyata. Sudah selayaknya akses internet menjadi hak dari segenap bangsa ini, agar benar cita kemerdekaan itu terwujudkan pada waktunya. Ah.. sudahlah…



Artikel ini dapat dikutip ataupun diperbanyak dengan tetap menyebutkan sumbernya :


Ade Fadli. . . (dikutip tanggal 7 September 2014)



-- timpakul.web.id - @timpakul





    

Saturday, September 06, 2014

Anda Saya Laporkan ! Karena Sebut Samarinda Kota TEPIAN

celoteh "Anda Saya Laporkan ! Karena Sebut Samarinda Kota TEPIAN", selengkapnya di http://timpakul.web.id/?p=3602 .

Anda saya laporkan ! Begitu ujar seorang Walikota dari negeri seberang pulau. Tak terlalu bermasalah dengan sebutan berengsek hungga ringsek, namun ketika disebut sebagai pelacur pada personal, maka berhak untuk menggunakan pasal karet selepet. Walau sebagai pejabat pelayan publik, sebaiknya lebih mengayomi dan menggunakan momentum energi makian, menjadi energi kritis untuk mengawasi dan memberikan masukan yang terbaik untuk kota itu.

Tak perlu mudah tersinggung. Seperti direktur sebuah lembaga non pemerintah yang membawabisu demokrasi, yang setibanya menyatakan bahwa keseluruhan stafnya merasa tersinggung dengan sebuah kalimat, yang lalu disebutnya sebagai kampanye negatif. Kebungulan seperti ini pasti akan terus berlanjut. Dan akan ada lebih banyak Walikota, Bupati, Gubernur, hingga Pimpinan Organisasi yang ngakunya non-profit, yang menjadi anti kritik dan menggunakan Pasal 27-28 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Akan jauh lebih baik sekiranya, ketika tak sepemahaman di media sosial, kursor diarahkan ke tombol block atau report as spam. Kalau mau lebih pedih lagi, tekanlah tombol mute, karena mereka tak akan pernah tahu bila sebenarnya mereka tak pernah dihiraukan dalam perbincangan media sosial anda. Maka pun ketika seorang Bupati memblok akun saia, itu jauh lebih baik, karena saia masih tahu pada momen apa dan gegara apa kemudian block itu diberlakukan. Dan saia jadi cukup paham tingkat lingkar politik dari kelakuan mereka yang pernah menyatakan tangan kirinya sebagai sebuah perjuangan, yang senyatanta semu.

Lalu, mengapa Samarinda Kota TEPIAN itu sebuah hal yang dapat dilaporkan ke ranah hukum? Ketika menyebutkan Samarinda Kota TEPIAN, dengan pemaknaan akronim Teduh, Rapi, Indah, Aman dan Nyaman, maka dapat dengan kita rasakan apakah TRPIAN itu benar ada di Samarinda. Sungguh menghinakan bila menyatakan bahwa fakta itu ada.

Teduh. Keteduhan kota Samarinda hanya ada pada lantai-lantai gedung berpendingin saja. Selebihnya? 0,9 persen kawasan kota yang merupakan hutan kota pun, tak seluruhnya berpepohonan. Apalagi seperti hutan kota kecil di bawah Lamin Indah yang akan terintimidasi rencana pembangunan pusat hiburan keluarga di puncak bukitnya. Akan semakin banyak hutan kota yang hanya berupa kawasan huyan kota, bukan lagi hutan yang sebenarnya.

Rapi. Membayangkan sebuah kerapihan dari alur lalulintas hingga bangunan-bangunan yang ada di kota ini, semakin sulit rasanya. Selalu ada petugas penataan kota berkeliling dengan mobilnya yang keren itu. Namun hasilnya? Tetap pun sulit menemukan garis sempadan jalan tak dilanggar. Pun terhadap kerakusan bangunan yang hingga di tepi jalan, sehingga lahan parkir menjadi terbatas dan akhirnya memakan badan jalan. Lalu, bagaimana menyetrikanya?

Indah. Samarinda adalah kota dengan berjuta keindahan. Sungai Karangmumus yang menghitam, jalanan yang berlubang, papan reklame yang semakin subur, hingga lubang-lubang tambang yang menjadi taman air yang sangat banyak dan luas, menjadi penopang keindahan kota. Taman-taman pun mulai dihiasi pedagang dan parkir kendaraan. Lalu, lampion-lampion tak jelas itupun justru menghilangkan keindahan kota. Lalu lalangnya ponton batubara sejak sunrise hingga sunset, merupakan obyek foto yang luar biasa. Ah.. indahnya Samarinda.

Aman. Ya, Samarinda adalah kota yang aman. Ketika banjir dan kemarau pun, warganya masih sangat bersabar. Kebakaran yang rutin terjadi, tingkat pencurian dengan kekerasan yang semakin meningkat, hingga kecelakaan tragis yang makin kerap, merupakan indikator keamanan kota ini. Pun luar biasa damainya kota, karena kerusuhan berbasiskan kelompok masih sulit untuk dipicu dan belangsung di kota ini. Jadi, aman aja kan bos!

Nyaman. Bukanlah sekedar semangkok soto yang nyaman. Namun kenyamanan adalah indikator kunci sederhana atas sebuah kota. Sangat menyenangkan dan berbahagialah warga Samarinda, yang selalu dihadirkan musik dari truk-truk berisikan kontainer hingga buldozer, yang selalu lalu lalang di japan-jalan kota yang kian menyempit. Pun debu-debu yang menjadi pelengkap hidangan di meja makan. Hingga gerak backhoe dan buldozer yang mengeruk tanah tak jauh dari dapur rumah warga. Sungguh sebuah kenyamanan yang tak ternilai. Apalagi pada waktu tertentu, kesejukan selalu menghampiri lantai rumah, saat air itu terus meninggi di sekitar. Inilah kota yang sangat nyaman, hingga warganya sangat mencintai kotanya.

Itulah mengapa bisa dikenakan pasal penghinaan. Entah siapa yang menghina, siapa yang dihinakan. Namun Kotaa Samarinda sudah membutuhkan orang yang lebih tepat untuk memimpin kotanya. Bukan dari partai politik, tak harus hobi bercelana panjang, yang pasti dia rutin untuk antar-jemput anaknya ke sekolah. 2015 hingga 2020, Samarinda sudah harus dipimpin oleh seorang Kahar Al Bahri (@thealbahri), agar warganya bisa langsung berdiskusi dengan walikotanya di twitter ataupun facebook, atau saling berkomentar di instagram. Samarinda setidaknya tak akan terhina dengan disebut sebagai Kota TEPIAN. Dan warganya semakin bangga dengan kotanya. Itu sih!



Artikel ini dapat dikutip ataupun diperbanyak dengan tetap menyebutkan sumbernya :


Ade Fadli. . . (dikutip tanggal 5 September 2014)



-- timpakul.web.id - @timpakul





    

Thursday, September 04, 2014

Kesenjangan Digital dan Aspirasi Warga

celoteh "Kesenjangan Digital dan Aspirasi Warga", selengkapnya di http://timpakul.web.id/?p=3600 .

Ini adalah masukan terbuka yang juga sudah disampaikan kepada pengembang Kanal Aspirasi Digital Warga.

Bahwa kesenjangan digital menjadi sebuah hal yang masih membutuhkan cukup waktu untuk menuntaskannya, maka bisa jadi ini menjadi tantangan tersendiri dalam perluasan manfaat Kanal Aspirasi Warga. Dan saat ini, sistem Lapor-UKP4 masih memiliki penghambat yang besar, utamanya budaya digital pelayan publik.

Dari beberapa proses yang telah berjalan, maka beberapa hal yang pembelajaran yang ditemui dalam pengembangan kanal digital adalah:

1. Akses internet yang terbatas. Hal ini harus dijembatani dengan kanal offline pada titik tertentu, setidaknya melingkupi wilayah kecamatan, yang bisa dalam bentuk kiosk ataupun @tamanbercerita

2. Promosi sebuah kanal membutuhkan waktu dan kesasaran untuk menyentuh kanal digital. Maka pun, perlu disediakan script untuk menangkap informasi dari media sosial yang telah tersedia. Ini bisa menjadi jembatan bagi permasalahan yang tidak diinformasikan langsung, namun menjadi keriuhan di tingkat lokal. Tantangannya adalah, belum semua media sosial menyediakan feed berbasis regional di Indonesia.

3. Penyatuan dengan proses pembangunan. Bahwa benar seorang presiden punya konsen untuk menggerakkan pemerintahannya kepada isu yang diusulkan publik. Diluar masalah kualitas pelayanan publik harian, pelaksanaan proses pembangunan semuanya bisa dijawab dalam rencana kerja pemerintah yang secara lebih langsung ada pada rencana kerja KL dan SKPD. Bila tidak ada dalam dokumen perencanaannya, maka menjadi sukar untuk dijawab oleh pemerintah. Ini menjadikan penting untuk mengintegrasikan kanal digital ke dalam RPJM hingga RKPD dan Renja, pun termasuk untuk menarik informasi TEPPA dan PEP. Begitu sih.

Hanya itu beberapa gagasan pengembangan, dan sudah pernah dieksplorasi dalam Gagasan @TamanBercerita (cc by-sa) sebagai SOLUSIMU 2013 OGI, yang sudah masuk dalam Rencana Kerja OpenGovernmentIndonesia tahun 2014-2016, bersama Kementerian Dalam Negeri, walaupun belum menjadi prioritas utama.

Segitu dulu yang ditahu. Makasih… #huray



Artikel ini dapat dikutip ataupun diperbanyak dengan tetap menyebutkan sumbernya :


Ade Fadli. . . (dikutip tanggal 4 September 2014)



-- timpakul.web.id - @timpakul





    

Tuesday, September 02, 2014

membaca (lagi) perspektif @jokowi_do2 tentang pangan negeri

celoteh "membaca (lagi) perspektif @jokowi_do2 tentang pangan negeri", selengkapnya di http://timpakul.web.id/?p=3595 .

saat camping di kerinci, dia itu nggak banyak bicara. bekas bungkus mie yang berserakan, dipungutinya. dia punya jiwa lingkungan yang baik. Joko memang pendiam, nggak terlalu aktif ikut dalam organisasi kampus. nggak banyak bicara, mungkin karena itu wahyu mudah masuk ke dia“, ujar seorang kawan kampus Jokowi pada saya di gedung pemerintahan tertinggi provinsi ini.

Ya. Tak ada yang meragukan perspektif lingkungan hidup dari seorang Joko Widodo. Media publik telah pun mengabarkan bahwa seorang Joko adalah pecinta alam, dan pernah mencapai Kerinci di Sumatera, bahkan juga menghemat air. Pun sama halnya, tak perlu diragukan pernyataan Pak Joko tentang sawah yang menghasilkan hingga 14 ton gabah per hektarnya, karena seorang Surono Danu telah membuktikannya. Dan berulang saya berbincang dengan seorang pengabar dari sebuah pondok di Jawa Timur, yang berkabar tentang padi Wijaya-nya, yang mampu menghasilkan hingga 10 ton per hektarnya. Tak ada yang meragukan itu semua, karena pun saia telah merasakan nasi dari benih padi itu.

Bahwa meningkatkan produksi pangan itu bukanlah hal yang mustahil. Bahwa menyediakan lahan pertanian itu menjadi persoalan yang berbeda. Bahwa tol laut itu akan mampu mempermudah distribusi dan mampu mencapaikan pemerataan. Bahwa tak lagi impor pangan itu bukanlah sebuah mimpi semu. Bahwa hanya membutuhkan seorang Presiden yang berani dan konsisten, serta tak haus pujian, adalah pemimpin yang dibutuhkan negeri ini, dan itu masih ada pada Pak Joko. Tak ada yang meragukannya.

Dan saia masih memiliki sebuah pertanyaan sederhana, ketika semakin kerap menyaksikan dan mendengarkan, karena sudah terlalu lama abai dalam membaca, berita-berita yang dikabarkan oleh industri media hari ini. Pak Joko selalu berujar tentang mimpinya mengenai sawah. Sawah yang semakin tak terairi, bibit-bibit di sawah yang tak tetap, bendungan yang tak pernah dibangun dalam satu dekade terakhir, hingga soal semakin menyempitnya lahan persawahan. Itulah fakta yang tersajikan, dan Pak Joko tak salah tentang itu semua.

Pertanyaan saia sangatlah sederhana, apakah pangan warga negeri ini selalu berasal dari sawah? Apa kabar ladang-ladang padi yang kerap menjadi penghias laporan-laporan lembaga riset, lokal hingga internasional, serta laporan dan publikasi lembaga non-pemerintah lokal hingga internasional? Pertanian tradisional yang tak serupa dengan pertanian lahan basah di hamparan datar, ladang merupakan salah satu teknologi pertanian yang dimiliki oleh warga negeri, dan masih bertahan hingga saat ini.

Saia masih meyakini, bila Pak Joko saat menaiki Kerinci pasti sempat menyaksikan ladang-ladang padi di lereng perbukitan dan pegunungan di tempat itu. Ataupun saat berkabar dengan kawannya yang berbincang dengan saia itu, pasti sempat berbagi cerita tentang sistem perladangan ekologis yang masih dipraktekkan oleh banyak warga tempatan di Kalimantan. Ladang, hanyalah salah satu teknologi pertanian yang masih butuh perlindungan dan penguatan, agar mampu menjadi salah satu penopang kedaulatan pangan negeri ini.

Juga tentang bentuk-bentuk pangan lainnya di negeri ini. Singkong, ubi, hingga sagu. Apa kabarnya? Mungkinkah ini juga terlindungi, disaat singkong, ubi, bahkan sagu, serta beragam bentuk pangan pokok warga negeri lainnya, dipandang sebagai makanan kelas kesekian di negeri ini. Semakin sukar menemukannya, sebuah hamparan pertanian dan kebun pangan, yang memang diperuntukkan bagi pangan. Kebutuhan energi yang semu, telah semakin menggeser peran-peran penyedia karbohidrat itu sebagai penghasil energi baru. Agar tak krisis dan emisi gas rumah kaca semakin menurun, ujar banyak peneliti dan pekerja lembaga mitra pembangunan internasional, yang disambut anggukan oleh para pekerja pemerintah dan pimpinannya. Meyakinkan kembali warga negeri ini tentang pangan, serta melakukan perlindungan serupa sawah basah, terhadap ladang dan kebun pangan, merupakan hal yang tak boleh diabaikan, dan harus kembali diceritakan dalam pidato-pidato Pak Joko.

Ketika saia berbincang dengan kawan Pak Joko pun, saia mendengarkan sebuah ketidakyakinan darinya tentang pencetakan satu juta hektar sawah baru. “bagaimana mungkin mencari sawah baru seluas satu juta hektar, karena lahan-lahan pun semakin sulit ditemukan. pertambangan dan perkebunan kelapa sawit sudah menghabiskan lahan-lahan yang tersisa“, ujarnya. Saia percaya bahwa kawan Pak Joko ini sangat paham tentang lahan-lahan yang telah begitu banyak ditumpangi perijinan di tanah pulau ini. Dia telah tiga tahun lebih berkutat dengan peta-memeta, yang menjadi acuan dalam penggunaan lahan untuk proses pembangunan. Dia saja sangat ragu dengan ketersediaan lahan, lalu bagaimana mungkin Pak Joko tak ragu dengan target satu juta hektar lahan baru? Mampukah Pak Joko menghentikan perluasan industri batubara dan kelapa sawit, serta industri energi biomassa yang terus meluas saat ini, agar sawah, ladang dan kebun pangan akan tetap ada, setidaknya untuk sepuluh tahun mendatang?

Saia tak meragukan kepemimpinan seorang Pak Joko. Saia hanya meragukan pilihan langkah dan tindak yang diambil. Butuh informasi yang tepat agar kemudian langkah yang diambil itu berada pada jalan yang tepat. Pangan dan kedaulatannya adalah kebutuhan utama negeri ini. Lembaga keuangan internasional dengan caranya telah berhasil untuk merubah kedaulatan, menjadi hanya sekedar ketahanan. Pak Joko harus menemukan jalan yang tepat, tak perlu membuat jalan baru agar pangan bisa berdaulat. Semoga jalan yang dilalui Pak Joko adalah sebagaimana jalan yang dilalui Pak Joko ketika menjelajah Kerinci, hingga bisa mengibarkan bendera organisasi pecinta alam itu. Mari menunggu jalan yang dipilih, dan menantikan berkibarnya bendera kedaulatan pangan !



Artikel ini dapat dikutip ataupun diperbanyak dengan tetap menyebutkan sumbernya :


Ade Fadli. 2014. membaca (lagi) perspektif @jokowi_do2 tentang pangan negeri. http://timpakul.web.id/?p=3595 (dikutip tanggal 1 September 2014)



-- timpakul.web.id - @timpakul





    

Sunday, August 17, 2014

Kota dalam Rinjing #Smr2033

celoteh "Kota dalam Rinjing #Smr2033", selengkapnya di http://timpakul.web.id/?p=3212 .

*Catatan terbuka terhadap Draft Rancangan Peraturan Daerah Kota Samarinda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda tahun 2013-2033*

//Catatan ini dibuat berdasarkan pada dokumen Draft Raperda RTRW Kota Samarinda 2013-2033 yang diperoleh melalui email dan peta yang ada dalam http://bappeda.samarindakota.go.id/peta.php

Pada tanggal 11 Maret 2014 DPRD dan Pemerintah Kota Samarinda telah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 2 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Samarinda tahun 2014-2034 (Lembaran Daerah Kota Samarinda Tahun 2014 Nomor 2//

Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda ini sebenarnya datang dengan sangat terlambat, ketika Perda No. 12 tahun 2002 tentang Revisi Rencana Tata Ruang Kota Samarinda tahun 1994-2004 telah berakhir waktunya cukup lama. Sebelumnya Samarinda memiliki tata ruang melalui Perda Kota Samarinda Nomor 2 tahun 1995 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda. Raperda ini harusnya telah menjadi Perda pada tahun 2005, namun hingga saat ini belum juga di-Perda-kan. Walaupun ada persoalan lain, ketika Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang juga belum kunjung usai. Bila merujuk pada Ketentuan Peralihan di dalam Pasal 78 ayat (4) huruf (c) UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa Perda Kabupaten/Kota tentang RTRW Kabupaten/Kota sudah harus disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak 26 April 2007. Dan saat ini sudah sangat terlambat 3 (tiga) tahun dari tenggat yang seharusnya.

Kekhilafan pertama dalam Raperda ini adalah pencatuman Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2000 sebagai penomoran Perda RTRW Kota Samarinda sebelumnya. Bisa jadi kekhilafan ini dikarenakan penggunaan file (dokumen) lain dalam proses pengetikan dokumen. Perda Kota Samarinda No. 4/2000 ini sendiri adalah tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 17 Tahun 1998 Tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk Dan Akta Catatan Sipil.

Masyarakat Kembali Menjadi Penonton

Proses penyusunan Raperda RTRW Kota Samarinda kali ini, hampir serupa dengan beragam proses penyusunan Raperda RTRW di wilayah lain dan dalam tingkatan lainnya. Ketertutupan terhadap proses penyusunannya, menunjukkan tidak adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses penyusunan Raperda RTRW Kota Samarinda ini. Padahal, mandat pasal 11 ayat (5) huruf b UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sudah sangat jelas, bahwa salah satu jenis pelayanan dalam perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota adalah keikutsertaan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Dimana untuk mutu pelayannya dapat dilihat dari frekuensi keikutsertaan dalam penyusunan RTRW Kabupaten/Kota.

Asas keterbukaan di dalam Pasal 2 huruf e UU No. 26/2007 pun telah memandatkan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. Lebih jauh, Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang menyebutkan bahwa peran masyarakat dalam perencanaan masukan mengenai: (1) persiapan penyusunan rencana tata ruang;(2) penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; (3) pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan; (4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau (5) penetapan rencana tata ruang, serta
kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Bahkan lebih jauh, proses pemberian pendapat oleh masyarakat dimulai dari penyusunan kerangka acuan.

Pada posisi ini sangat terlihat jelas, bahwa hingga saat hari ini belum ada sebuah proses pembukaan informasi dari Pemerintahan Kota Samarinda terkait Raperda RTRW Kota Samarinda ini. Pengerjaan Draft Dokumen RTRW Kota Samarinda sangatlah tertutup, bahkan dari pihak DPRD Kota Samarinda. Akun @infopubliksmr yang kabarnya sebagai media komunikasi antara Pemerintah Kota Samarinda dengan netizen pun, masih dalam posisi tertidur. Dan hingga saat ini tidak jelas saluran apa yang dapat digunakan warga untuk memperoleh informasi dan memberikan masukan terkait dengan Raperda RTRW Kota Samarinda ini.

Bergantung pada Akar yang Mana

Membaca rujukan peraturan perundang-undangan yang digunakan, terlihat bahwa tidak semua aturan terkait yang digunakan. Hanya aturan-aturan yang dipandang mengandungi kata-kata tata ruang dan kewilayahan yang digunakan. Misalnya saja, peraturan terkait dengan perlindungan kawasan dan hutan kota, tidak terlihat sebagai rujukan.  Misalnya saja PP No. 63/2002 tentang Hutan Kota hingga  Perda No. 28 tahun 2003 tentang Kawasan Lindung, yang sangat terkait dengan kawasan perlindungan, tidak dijadikan rujukan dalam Raperda RTRW Kota Samarinda ini.

Masih terdapat beragam peraturan perundangan yang diabaikan oleh Raperda ini, sehingga bukan tidak mungkin, secara substansi Raperda ini akan banyak memiliki permakluman terhadap kondisi faktual yang dibutuhkan kota ini untuk berkembang dan tumbuh dengan sehat serta berperspektif perlindungan warga dan layanan alam.

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur pun tidak menjadi rujukan di dalam Raperda RTRW Kota Samarinda ini. Walaupun hingga saat ini Pemerintah Provinsi masih belum menghasilkan Perda RTRW Provinsi, namun masih tersedia Perda RTRW Provinsi Kalimantan Timur yang berlaku hingga saat ini. Termasuk terhadap Paduserasi TGHK dan RTRW Provinsi Kaltim.

Selamatkah Warga dan Lingkungan Kota?

Ada beberapa hal yang menarik dari Raperda RTRW Kota Samarinda ini. Misalnya saja, di dalam pasal 5 ayat (5), didalam strategi pemantapan kelestarian kawasan lindung, Raperda ini memilih untuk mengambil ruang terbuka hijau (RTH) publik dengan luas minimal 20 % dari luas wilayah dan hutan kota dengan luas minimal 10% dari luas wilayah kota. Dan merujuk pada Pasal 36 ayat (2) huruf d, tertuliskan luasan hutan kota Samarinda hanyalah 580,18 hektar (0,8% dari luas kota). Terlihat jelas bahwa ada ketidakkonsistenan diantara ayat di dalam Raperda ini.

Terhadap hutan kota, di dalam pasal 8 ayat (3) PP No. 63/2002 memang menyebutkan bahwa luas hutan kota paling sedikit 10% dengan satu hamparan kompak paling sedikit 0,25 hektar. Namun juga disebutkan kalimat “…. atau disesuaikan dengan kondisi setempat”. Dengan demikian maka sudah seharusnya Pemerintah Kota memiliki sebuah kajian khusus terkait dengan kawasan hutan kota yang dibutuhkan. Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh Adi Supriadi (2006) disebutkan bahwa pada tahun 2011 Samarinda memerlukan hutan kota seluas 19.875,72 ha (27,68% dari luas kota). Dan bila merujuk pada angka tahun yang digunakan dalam Raperda RTRW Kota Samarinda ini, maka bisa jadi kebutuhan hutan kota bagi Samarinda akan lebih besar dari angka tersebut.

Hal lain, terkait dengan luasan RTH yang diajukan, yaitu minimal 20%, hal ini berkaitan dengan  pasal 36 ayat (2) Raperda tersebut. Dimana disebutkan bahwa RTH Publik yang diajukan adalah seluas 16.460,33 hektar (22,93% dari luas wilayah kota). Padahal Pasal 29 ayat (3) memang menyebutkan bahwa proporsi RTH publik adalah 20% yang disediakan oleh Pemerintah Kota. Sedangkan RTH Privat yang diajukan dalam pasal 36 ayat (3) Raperda ini adalah 14.194,86 ha (19,77% dari luas kota). Secara keseluruhan luasan RTH sekurangnya adalah 30% dari luas kota.

Hal lain yang menjadi kawasan resapan air hanyalah 183 hektar (0,25% dari luas kota) sebagaimana di dalam pasal 33 ayat (2). Padahal, Samarinda ini merupakan sebuah kota yang berada dari 0-200 meter dari permukaan laut. Bappeda Samarinda menyebutkan kawasan rawa yang tidak diusahakan sebagai lahan pertanian seluas 432 hektar, dan bisa jadi luas rawa kota Samarinda ini lebih luas dari yang tertuliskan. Kata Rawa yang dimaknai bukan sebagai nama wilayah, tidak ditemukan di dalam Raperda ini.

Bagian lain yang penting untuk dicermati dan memperoleh penjelasan adalah posisi kawasan peruntukan lainnya, yang memasukkan pertambangan didalamnya, di dalam pasal 38 huruf (i). Kawasan ijin pertambangan batubara yang  merupakan kawasan  terluas di Kota Samarinda, bahkan sudah mencapai 71% dari luas wilayah kota. Namun kemudian, terlihat sangat kecil di dalam Raperda ini, dimana hanya dimasukkan di dalam kawasan peruntukan lainnya, yang bahkan dibagi lagi ke dalam beberapa jenis pertambangan (pasal 47 ayat (5)). Berbeda pada Perda RTRW Kota Samarinda sebelumnya, kali ini kawasan pertambangan kelompok batubara akan meliputi:

  1. batubara yang ijinnya dikeluarkan oleh Kementerian ESDM terletak di Kecamatan Sambutan, Kecamatan Sungai Pinang, Kecamatan Samarinda Utara, Kecamatan Samarinda Ulu, Kecamatan Sungai Kunjang, Kecamatan Loa Janan Ilir, Kecamatan Samarinda Seberang, Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda Ilir; dan
  2. batu bara yang ijinnya dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Samarinda. (Bagian ini menunjukkan tidak ada batasan wilayah untuk pengeluaran ijin oleh Pemerintah Kota samarinda, atau dapat dimaknakan pada keseluruhan wilayah kota)

Dengan konstruksi yang telah disebutkan tadi, maka pertanyaan apakah kemudian Warga akan menjadi selamat dan lingkungan hidup akan jauh lebih baik di Kota Samarinda akan dengan sangat mudah dijawab. Pemerintah Kota Samarinda masih belum mempunyai itikad baik untuk menjadikan kota ini jauh lebih baik dan nyaman bagi seluruh warganya.

Pengarahan Kawasan  yang tak Berkeadilan

Hal yang juga penting dicermati adalah pembagian kawasan-kawasan di dalam RTRW Kota Samarinda ini. Misalnya saja, untuk kawasan pendidikan tinggi di dalam pasal 57 ayat (8) huruf (c), yang hanya difokuskan pada Gunung Kelua dan Makroman, yang secara dengan jelas mengabaikan posisi Universitas dan Akademi lainnya yang ada di kota ini, selain Universitas Negeri.

Pun demikian dengan kawasan kesehatan pada ayat berikutnya, dimana keberadaan Rumah Sakit hanya pada wilayah Samarinda Ulu, yang menunjukkan tidak lagi dimaknai kehadiran Rumah Sakit di wilayah Samarinda Ilir. Dan Pemerintah Kota masih belum mengantisipasi perkembangan kota ke arah utara dan barat daya, dimana kawasan tersebut, bilamana berkembang dalam 10 tahun mendatang, akan membutuhkan faislitas rumah sakit yang lebih dekat, dibandingkan harus menuju pada rumah sakit yang ada saat ini.

Peletakan kawasan strategis pun masih perlu masukan dari warga. Misalnya saja, kota Samarinda ini cukup dikenal dengan keberadaan Langsat Air Putih, dimana saat ini kebun-kebun langsat warga kian tergerus oleh industrialisasi di sekitarnya. Menjadi penting bagi Pemerintah Kota untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap kawasna-kawasan unik serupa ini.

Semakin menarik bila melihat pasal 32, pasal 35 dan pasal 67 Raperda ini, tetiba muncul sebutan cagar alam, yang menunjuk pada kawasan Kebun Raya Unmul Samarinda. Cagar alam memiliki rujukan sendiri dalam peraturan perundang-undangan, dimana harus masuk dalam kriteria penentukan kawasan sebagai cagar alam.

Dan untuk wilayah kota, dapat mengembangkan kawasan perlindungan setempat, dimana tidak diurai secara detail dalam Raperda ini, dimana dalam pasal 32 huruf b dan pasal 34, hanya mengarahkan kawasan perlindungan setempat pada sempadan sungai dan kawasan sempadan waduk sekitar embung.

Naik-naik Kereta Api

Samarinda akan menjadi kota yang beruntung. Pasal 16 Raperda ini menyebutkan bahwa akan ada kereta api dengan stasiun yang terintegrasi dengan Bandara Samarinda Baru di Sungai Siring. Jalur Kereta Api sendiri akan melalui Kelurahan Sungai Siring – Kelurahan Tanah Merah – Kelurahan Lempake – Kelurahan Sempaja Utara – Kelurahan Bukit Pinang – Kelurahan Air Putih – Kelurahan Loa Bahu – Kelurahan Loa Bakung – Kelurahan Loa Buah – Jembatan Mahakam – Kelurahan Sengkotek – Kelurahan Tani Aman – Kelurahan Simpang Tiga.

Kereta api ini sepertinya akan melintasi wilayah perkotaan juga, yang tentunya akan memili dampak terhadap berbagai sistem transportasi yang sudah memacetkan saat ini, serta terhadap kondisi lingkungan yang akan dilalui. Walaupun kemudian, menjadi penting untuk membaca secara lengkap sistem transportasi yang akan dibangun dalam Raperda ini.

Samarinda, Kota dalam Rinjing

Samarinda bak kota dalam rinjing. Berada diantara perbukitan yang menyimpan air di bagian tengahnya. Dan ketika musim berganti, kota ini semakin panas membara. Suhu udara yang tak lagi berada dalam posisi normal, telah meningkatkan jumlah produksi keringat bagi setiap warganya. Dan tata kelola air yang benar-benar tidak dikelola, menambah keriuhan kota ini.

Bayangkan diri kita di dalam sebuah rinjing. Yang terlalu susah untuk keluar dari dalamnya. Warga selalu digoyang-goyang dan goreng-rebus oleh pemerintahan kotanya. Tak pernah tahu apa yang akan terjadi dan dilakukan terhadapnya. Hanya mampu menantikan sebuah keajaiban semata. Pasrah, dan berharap semoga hari esok akan lebih baik.

Warga Kota Samarinda jangan pula seperti katak yang diletakkan di dalam panci yang dipanaskan dengan api kecil. Sehingga pada waktunya tetiba diam, membeku, kaku dan lalu disantap di atas piring datar bercorak bunga itu. Warga Kota Samarinda harus mulai membaca lebih lengkap tentang kota ini. Menyaksikan dan melaporkan setiap perilaku pemerintahan kota yang bagi kita akan mengancam masa depan generasi kota ini. Tak perlu berharap belas kasihan darinya.

Kota Samarinda pasti bisa keluar dari sekian banyak problematikanya. Hanya butuh sebuah keberanian kolektif untuk memastikan hal itu terjadi. Juga dibutuhkan kejujuran warganya untuk tidak terus berada dalam kandang emasnya. Sebagai kawasan yang tak pernah lepas dari lingkaran kekuasaan provinsi ini, sudah seharusnya kota ini menjadi lebih baik. Ah.. sudahlah… mungkin ini hanya mimpi.



Artikel ini dapat dikutip ataupun diperbanyak dengan tetap menyebutkan sumbernya :


Ade Fadli. 2013. Kota dalam Rinjing #Smr2033. http://timpakul.web.id/kota-dalam-rinjing.html (dikutip tanggal 17 August 2014)



-- timpakul.web.id - @timpakul





    

Thursday, August 07, 2014

@Jokowi_do2 dan @Pak_JK , Bangunlah Kabinet Ramping

celoteh "@Jokowi_do2 dan @Pak_JK , Bangunlah Kabinet Ramping ", selengkapnya di http://timpakul.web.id/?p=3572 .

Ini bukanlah sebuah surat terbuka bagi Presiden dan Wakil Presiden terpilih republik ini. Ini merupakan penjelasan atas beberapa pandangan yang telah dikemukakan dilinimassa sebagai respon dari berkembangnya pandangan politik di media sosial. Catatan ini juga sebagai sebuah respon terhadap berkembangnya polling menteri yang dilakukan oleh @Jokowi_Ina melalui Kabinet Alternatif Usulan Rakyat (KAUR) maupun oleh @KabinetJokowi. Proses yang berjalan saat ini, seperti melakukan lompatan, untuk kemudian menjaring dan menggiring pandangan publik, bahwa struktur kabinet telah selesai dilakukan.

Marilah membaca ulang konstitusi negeri ini. Ada beberapa hal yang menarik, untuk kemudian bisa diwujudkan dalam kabinet Revolusi Mental kali ini. Bukanlah semata karena memang konstitusi ini menjadi bagian penting dalam bernegara, namun karena telah terlalu banyak peraturan perundang-undangan yang menjauhkan diri dari konstitusi.

Agenda Perubahan Sosial Indonesia

Setidaknya ada dua agenda penting dalam menguatkan bangsa ini dari aspek sosial, yang pertama terkait dengan solidaritas dan mengelola keberagaman, dan yang kedua adalah terkait penguatan karakteristik, pengetahuan dan keahlian warga. Untuk mencapai keduanya, dibutuhkan kementerian yang tepat untuk mengelolanya.

Yang pertama adalah Kementerian Sosial dan Kementerian Agama sudah waktunya untuk digabungkan, sehingga menjadi Kementerian Pengelola Keberagaman ataupun dengan nama lain yang serupa. Tugas pokok kementerian ini adalah melakukan penguatan dalam komunitas sosial, budaya, keyakinan dan keagamaan, serta menguatkan jembatan keberagaman antar komunitas. Selain itu, kementerian ini juga bertugas untuk memberikan pengakuan terhadap keberagaman komunitas-komunitas tersebut. Tugas tambahan selanjutnya adalah memastikan perlindungan terhadap kelompok-kelompok fakir miskin dan anak terlantar, yang berdasarkan mandat konstitusi harus dipelihara oleh Negara.

Kedua, terkait penguatan karakteristik, pengetahuan dan keahlian, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini harus kembali berfokus pada Kementerian Pendidikan, yang tugas awalnya adalah melakukan revisi Kurikulum 2013, penghapusan ujian nasional sebagai syarat kelulusan, serta melakukan penataan ulang sistem pendidikan nasional melalui perubahan perundang-undangan pendidikan. Kementerian Riset dan Teknologi masih diperlukan dengan menjadi Kementerian Pengembangan Teknologi Kerakyatan, namun keberadaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dimasukkan ke dalam struktur kementerian. Fokus kementerian akan lebih banyak pada pengembangan teknologi pertanian dan kemaritiman, serta beberapa teknologi pendukungnya, yang dapat meliputi teknologi kedaulatan, dan teknologi informasi.

Agenda Perubahan Ekonomi Indonesia

Ekonomi kerakyatan merupakan agenda utama konstitusi. Sejak lama, sistem ekonomi kerakyatan telah gagal diterapkan di Indonesia. Gerakan Koperasi, yang sejatinya dapat menjadi pilar utama ekonomi kerakyatan, malah dijadikan 'bancakan' oleh rezim Soeharto, sehingga ketidakpercayaan banyak pihak semakin menguat pada koperasi sebagai pondasi kelembagaan ekonomi bangsa.

Sementara, konstitusi juga memberikan amanat yang serupa dengan menempatkan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, agar dikelola oleh Negara. Pengelolaan oleh Negara, bukanlah dilakukan oleh pemerintah semata, namun dalam wujud yang lebih kolektif, dimana warga terdampak, dan pengelola kawasan, termasuk didalam unit pengelolanya.

Apa saja yang termasuk dalam cabang-cabang produksi yang dimaksudkan oleh Konstitusi, bisa saja menjadi perdebatan. Namun sewajarnya, air, energi dan sumber-sumbernya, hutan, serta mineral termasuk ke dalamnya. Model Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), yang tak lebih pada perusahaan privat yang seolah dimiliki oleh Negara, menjadi sebuah hal yang penting untuk dirombak secara keseluruhan. Komisaris BUMN/D bukanlah lagi orang-orang yang ditunjuk secara sepihak oleh Pemerintah dan Parlemen, namun juga harus memberikan afirmasi kepada kelompok-kelompok yang dihilangkan hak dan memperoleh impak atas proses produksi yang terjadi.

Joko Widodo dan Jusuf Kalla, sebagai Presiden dan Wakil Presiden pilihan rakyat, yang dimulai dengan gerakan rakyat, bukan sekedar kepartaian, diharapkan mampu untuk menghidupkan lagi roh koperasi sebagai pondasi perekonomian rakyat. Koperasi menjadi bagian utama dalam kelembagaan ekonomi secara kolektif di tingkat warga, dan juga dibangun dan dikuatkan posisi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai kelembagaan ekonomi di tingkat kampung/desa. Sementara di tingkat yang lebih tinggi, bilamana diperlukan, dibentuk BUMD/N yang proses pengambilan keputusannya tidak dikuasai oleh Pemerintah dan parlemen semata.

Sebagai jembatan bagi pembangunan dan penguatan kelembagaan ekonomi ini, diperlukan kementerian yang juga tepat dengan struktur yang lebih padat dan ramping, serta dikelola oleh orang yang tepat. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Kementerian BUMN, sudah sepatutnya digabungkan, sehingga menjadi Kementeriaan Ekonomi Kerakyatan atau dapat menggunakan nama lain Kementerian Koperasi dan Badan Usaha Milik Negara, yang didalamnya melingkupi tindakan penguatan bagi Koperasi, Badan Usaha Milik Desa, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara.

Dalam mengelola kekayaan alam yang ada saat ini, sudah saatnya terminologi sumberdaya alam digantikan dengan kekayaan alam. Pemaknaan sumberdaya alam, telah dengan serta merta diikuti dengan upaya pengurasan kekayaan alam hingga tetes terakhir. Kekayaan alam sudah sepatutnya dikelola, dengan menyimpan sebagian, dan memanfaatkan sesuai dengan kebutuhan bangsa dalam jangka yang panjang.

Dalam hal ini, sudah menjadi penting untuk menggabungkan Kementerian Sektoral Sumberdaya Alam, seperti Kementerian Pertanian (khususnya Perkebunan), Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjadi satu Kementerian Pengelolaan Kekayaan Alam, ataupun dapat dengan penyebutan Kementerian Agraria. Kementerian ini lebih berfokus pada penguatan pemanfaatan kekayaan alam secara lebih efisien dan memberikan hasil lebih pada warga.

Dalam menopang pencapaian cita-cita swasembada pangan, maka Kementerian Pertanian harus diubah menjadi Kementerian Pangan, agar pemaknaan pertanian dapat menjadi semakin luas, tak sekedar pada pangan versi Jawa, namun juga pangan-pangan yang ada di kepulauan lain di Indonesia.

Kementerian ini juga ditopang oleh Kementerian Perlindungan Alam, yang saat ini merupakan Kementerian Lingkungan Hidup, dengan memperluas fungsinya hingga melingkupi pengelolaan kawasan lindung dan konservasi, serta perlindungan kesejahteraan satwa. Sementara, untuk memperkuat basis pengelolaan kekayaan alam, dibutuhkan kementerian lain, sebagai pengganti Badan Pertanahan Nasional, yaitu Kementerian Penataan Ruang, Perencanaan dan Pengawasan Pembangunan Nasional., yang juga melingkupi hingga administrasi pertanahan dan perencanaan-pengawasan pembangunan.

Kementerian Koordinator Perekonomian sudah menjadi tidak dibutuhkan dalam struktur kabinet masa depan. Pengurusan moneter dikelola oleh Kementerian Keuangan, sementara Kementerian ekonomi lainnya sudah tidak butuh dikoordinatori oleh satu kementerian khusus, karena dapat dikoordinatori langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden.

Agenda Penguatan Pondasi

Terdapat setidaknya dua hal yang penting untuk dibangun strukturnya di dalam kabinet, yaitu Kementerian Perdesaan dan Kementerian Kemaritiman. Visi Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang berulang kali diungkapkan pada publik adalah membangun maritim nusantara dan juga membangun dari kampung/desa. Ini menjadikan kedua kementerian ini menjadi bagian penting dalam menopang pencapaian visi bangsa ini.

Dengan telah berlakunya UU Desa, maka perlu ada penguatan bagi kelembagaan desa secara khusus, setidaknya dalam lima tahun pertama. Namun bisa jadi tidak terbatas pada waktu tersebut, bilamana kemudian pemimpin selanjutnya tetap menempatkan desa/kampung sebagai centrum bagi penguatan bangsa ini. Kementerian Perdesaan ditugaskan untuk menguatkan kelembagaan desa, kapasitas desa, infrastruktur desa, serta menguatkan jaringan antar desa.

Kementerian Kemaritiman menjadi penting untuk memberikan kekhususan perhatian pada pembangunan kelautan nusantara. Kementerian ini bukan semata menggantikan fungsi Kementerian Perikanan dan Kelautan, namun lebih jauh dari itu, Kementerian ini juga mempersiapkan infrastruktur, kelembagaan, dan kapasitas pengelola maritim.

Kementerian Perindustrian dan Perdagangan dibangun secara terpisah. Kementerian Perindustrian diubah menjadi Kementerian Industri Kreatif Nasional, yang tidak hanya sebatas pada pengembangan industri dasar, hingga pada pengembangan industri kreatif. Kementerian Perdagangan ini difungsikan bukan hanya sebagai perdagangan barang, namun juga perdagangan jasa, hingga pada promosi wisata yang ada di Indonesia. Dengan demikian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi tidak dibutuhkan lagi.

Kementerian Pemuda dan Olahraga pun sudah selayaknya menghapuskan bagian kepemudaannya, karena sejatinya pemuda sudah mampu menggalau dengan sendirinya, sehingga tak perlu kementerian khusus, hanya dibutuhkan Kementerian Kesehatan di masa datang, yang didalamnya termasuk keolahragaan. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, dan Kementerian Perumahan Rakyat pun harus dihapuskan, karena ini menjadi sangat jauh dari harapan warga. Sementara Kementerian Pekerjaan Umum, menjadi Kementerian Infrastruktur, termasuk infrastruktur transportasi, komunikasi, dan internet. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi Kementerian Perburuhan.

Kabinet itu mungkin Ramping

Presiden dan Wakil Presiden terpilih tentunya sedang menghadapi beragam pandangan tentang bagaimana kabinetnya dibangun. Pun terhadap struktur kabinet, walaupun berbagai partai pendukung telah menyatakan tidak akan menawarkan calon menteri pada mereka. Namun, menjadi penting bagi Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk mendiskusikan struktur kabinet  kepada warga, bukan semata menawarkan penggalian nama dari warga secara terbuka.

Perubahan cepat ataupun revolusi mental baru akan mampu tercapai bila telah memiliki struktur kabinet yang tepat, dengan selanjutnya ditempati oleh orang yang tepat pula. Joko Widodo dan Jusuf Kalla pasti akan mampu untuk merancang dengan tepat formasi dan personil kabinetnya. Semoga saja ini benar dan akan terwujudkan sebuah percepatan perubahan bagi negeri ini. Salam jari-jari!



Artikel ini dapat dikutip ataupun diperbanyak dengan tetap menyebutkan sumbernya :


Ade Fadli. 2014. @Jokowi_do2 dan @Pak_JK , Bangunlah Kabinet Ramping. http://timpakul.web.id/jokowi_do2-dan-pak_jk-bangunlah-kabinet-ramping.html (dikutip tanggal 6 August 2014)



-- timpakul.web.id - @timpakul